Kontak
Keraton Simo. Jalan Simo Kacangan No. 82 Kedunglengkong Simo Boyolali
Telepon 0276 320373
Email : [email protected]
Kontak
Keraton Simo. Jalan Simo Kacangan No. 82 Kedunglengkong Simo Boyolali
Telepon 0276 320373
Email : [email protected]
Portal Informasi Mendalam Seputar Nusantara
Portal Informasi Mendalam Seputar Nusantara
Komnas HAM menduga kuat adanya peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua (Brigadir J) dipicu karena adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC), di Magelang, Jawa Tengah. Apakah dugaan Komnas HAM ini berdampak pada status tersangka Putri Candrawathi?
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengaku memiliki pandangan berbeda dengan Komnas HAM. Reza berpendapat bahwa peristiwa kekerasan seksual itu tidak ada.
“Saya berspekulasi bahwa kejadian kekerasan seksual itu tidak ada. Sementara Komnas berspekulasi bahwa peristiwa itu ada,” kata Reza kepada wartawan, Jumat (2/9/2022).
Reza menganalisa dampak dari pernyataan Komnas HAM ini berpengaruh atau tidak dengan status Putri. Seperti diketahui, Putri juga ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.
“Nah, dari situ saya pertanyakan manfaat Komnas melemparkan ke publik pernyataan atau simpulan bahwa kekerasan terhadap PC itu ada. Dugaan Komnas itu tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum,” katanya.
Reza mengatakan di Indonesia tidak mengenal posthumous trial, artinya dalam kasus ini Yosua tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan Komnas. Sebab, Yosua telah meninggal dunia dan tidak bisa melakukan pembelaan, jika dugaan ini diusut maka stigma ‘pelaku kekerasan seksual’ akan melekat begitu saja.
“Jadi, mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma belaka, bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual,” jelasnya.
“PC pun begitu, betapa pun dia mengklaim sebagai korban kekerasan seksual, dan Komnas mengamininya, tetap tidak mungkin dia menerima hak-haknya selaku korban. Pasalnya, UU mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar PC nantinya bisa mendapat restitusi dan kompensasi. Masalahnya, bagaimana mungkin ada vonis kalau persidangannya saja tidak akan ada,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Reza menilai pernyataan Komnas HAM itu menguntungkan Putri. Reza mengatakan Putri akan menggunakan bahan Komnas HAM di persidangan nanti.
“Pernyataan Komnas itu jelas menguntungkan PC. Dia sekarang punya bahan untuk menarik simpati publik. Dia juga bisa jadikan pernyataan Komnas sebagai bahan membela diri di persidangan nanti. Termasuk bahkan membela diri dengan harapan bebas murni,” katanya.
Sehingga, Reza berkesimpulan kalau pernyataan Komnas HAM ini memiliki dampak merugikan bagi Yosua. Namun, menguntungkan bagi Putri.
“Dari situlah kita bisa takar: dalam tragedi Duren Tiga Berdarah, pernyataan atau simpulan Komnas punya implikasi merugikan sekaligus menyedihkan bagi mendiang Brigadir Y namun menguntungkan PC,” tegasnya.
Sebelumnya, Komnas HAM menduga kuat peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua (Brigadir J) didahului oleh peristiwa kekerasan seksual. Kekerasan seksual itu diduga dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, di Magelang, Jawa Tengah.
Hal ini disampaikan Komnas HAM sebagai salah satu poin kesimpulan terhadap penyelidikan kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri yang dihuni Sambo saat itu, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC (Putri Candrawathi) di Magelang, tanggal 7 Juli 2022,” kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/9).
Kesimpulan paling mendasar adalah pembunuhan Brigadir J adalah peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum. Kesimpulan selanjutnya, tak ada penyiksaan terhadap Brigadir J. Tewasnya Brigadir J disebabkan oleh luka tembak di kepala dan dada sebelah kanan.
sumber : Detik