Indonesia di Februari 1945: BPUPKI, Krisis Ekonomi Romusha, dan Pemberontakan PETA

Bulan Februari 1945 adalah titik balik penting dalam perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Di tengah tekanan Perang Dunia II, Jepang mulai kehilangan kendali atas wilayah Asia, termasuk Indonesia. Di saat yang sama, rakyat dan para pemimpin Indonesia melihat peluang untuk memperjuangkan cita-cita kemerdekaan secara lebih nyata.

Berbagai peristiwa penting terjadi sepanjang Februari 1945 — mulai dari pembicaraan rahasia antara pemimpin bangsa dan Jepang, pembentukan badan persiapan kemerdekaan, penderitaan rakyat akibat krisis ekonomi, pelatihan militer, hingga munculnya pemberontakan sebagai bentuk perlawanan. Artikel ini akan menguraikan peristiwa-peristiwa penting tersebut secara lengkap.

1. Rencana Pembentukan BPUPKI

BPUPKI adalah singkatan dari Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sebuah lembaga yang dibentuk oleh Jepang sebagai bagian dari janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Dalam bahasa Jepang, badan ini disebut Dokuritsu Junbi Cosakai.

Pada akhir Februari 1945, Jepang yang sudah kalah di banyak wilayah Asia Pasifik berusaha mencari dukungan dari rakyat Indonesia. Salah satunya adalah dengan menjanjikan kemerdekaan dan membentuk BPUPKI. Hal ini diumumkan secara resmi oleh Letnan Jenderal Kumakichi Harada pada 1 Maret 1945. Namun, proses diskusi pembentukan BPUPKI sebenarnya sudah dimulai sejak akhir Februari.

Melalui BPUPKI, tokoh-tokoh seperti Sukarno, Hatta, dan lainnya mendapat ruang untuk membahas dasar negara dan sistem pemerintahan Indonesia kelak. Di sinilah kelak konsep Pancasila diperkenalkan oleh Sukarno.

2. Pertemuan Rahasia Sukarno dan Hatta dengan Jepang

Sekitar pertengahan Februari 1945, sebelum BPUPKI diumumkan, terjadi pertemuan rahasia antara pemimpin nasional seperti Sukarno, Hatta, dan beberapa tokoh nasionalis lainnya dengan pejabat tinggi Jepang.

Dalam pertemuan itu, para tokoh Indonesia menyampaikan keinginan rakyat untuk merdeka. Jepang setuju membentuk badan persiapan kemerdekaan, tetapi dengan syarat bahwa Indonesia tetap berada dalam lingkup pengaruh Jepang, yaitu wilayah yang mereka sebut “Asia Timur Raya”.

Pertemuan ini menunjukkan bahwa perjuangan diplomasi juga sangat penting dalam proses menuju kemerdekaan. Para tokoh Indonesia dengan cerdik memanfaatkan kelemahan Jepang untuk mendapatkan ruang politik yang lebih besar.

3. Pelatihan Militer PETA dan Giyugun

PETA (Pembela Tanah Air) adalah organisasi militer yang dibentuk oleh Jepang, khusus untuk orang Indonesia. Giyugun adalah laskar rakyat yang bersifat lebih sukarela. Keduanya dimaksudkan untuk membantu Jepang menghadapi serangan Sekutu.

Sepanjang Februari 1945, pelatihan militer intensif dilakukan di beberapa wilayah seperti Bogor, Jakarta, dan Jawa Tengah. Pemuda-pemuda Indonesia dilatih strategi tempur, disiplin militer, hingga penggunaan senjata.

Setelah Jepang kalah, para anggota PETA menjadi tulang punggung kekuatan militer Indonesia. Mereka memainkan peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda dan Sekutu.

4. Krisis Ekonomi dan Romusha

Romusha adalah istilah untuk pekerja paksa yang dipaksa Jepang untuk membangun infrastruktur perang. Mereka bekerja dalam kondisi mengenaskan, dengan makanan minim, pengawasan ketat, dan tanpa upah.

Sementara Jepang berbicara tentang kemerdekaan, rakyat Indonesia justru semakin menderita. Awal Februari 1945 menjadi salah satu periode paling kelam karena kelaparan dan kerja paksa yang merajalela.

Krisis pangan membuat rakyat marah. Di Indramayu dan Cirebon, rakyat melakukan aksi protes karena beras sangat langka. Di pelabuhan seperti Surabaya dan Semarang, penyelundupan makanan makin marak sebagai bentuk perlawanan diam-diam.

5. Kekalahan Jepang di Medan Perang

Pada 19 Februari 1945, pasukan Amerika Serikat mendarat di Iwo Jima, wilayah strategis Jepang. Serangan ini menandai bahwa Jepang makin terpojok dan kalah dalam Perang Pasifik.

Kekalahan ini menyebabkan Jepang mulai kehilangan kontrol di berbagai wilayah Indonesia. Di sisi lain, kelompok-kelompok bawah tanah yang dipimpin oleh tokoh seperti Sutan Sjahrir makin aktif menyusun rencana untuk kemerdekaan Indonesia.

6. Pemberontakan PETA di Blitar

Salah satu peristiwa paling berani sepanjang masa pendudukan Jepang adalah Pemberontakan PETA di Blitar, yang terjadi pada 14 Februari 1945. Pemberontakan ini dipimpin oleh seorang komandan muda bernama Shodancho Supriyadi, pemimpin pasukan PETA di Blitar.

Kekejaman tentara Jepang terhadap rakyat dan para anggota PETA sendiri membuat Supriyadi dan rekan-rekannya muak. Mereka tidak rela terus menjadi alat Jepang, apalagi melihat penderitaan rakyat di sekitar mereka.

Pemberontakan dimulai dengan penyerangan terhadap markas Jepang di Blitar. Namun, karena kurangnya persiapan dan perlengkapan senjata, pemberontakan ini berhasil ditumpas dalam waktu singkat. Banyak anggota PETA ditangkap dan dihukum mati.

Supriyadi sendiri menghilang setelah pemberontakan dan tidak pernah ditemukan hingga kini. Namanya kemudian dikenang sebagai pahlawan nasional.

Pemberontakan ini menunjukkan bahwa meskipun Jepang menjanjikan kemerdekaan, banyak rakyat dan tentara Indonesia sadar bahwa janji itu hanyalah alat politik. Semangat untuk merdeka sepenuhnya dari penjajahan — baik Belanda maupun Jepang — sudah tumbuh di hati rakyat Indonesia.

Februari 1945, Awal Kunci Perjuangan Nyata

Februari 1945 adalah masa ketika semangat kemerdekaan rakyat Indonesia tidak bisa dibendung lagi. Jepang yang makin lemah berusaha menyelamatkan diri dengan janji-janji manis, namun rakyat sudah tidak lagi bisa dibohongi. Para pemimpin nasional memanfaatkan situasi ini secara strategis, baik melalui diplomasi maupun pembentukan organisasi resmi seperti BPUPKI.

Sementara itu, pemuda Indonesia ditempa melalui pelatihan militer, rakyat melawan dengan caranya sendiri, dan tokoh-tokoh seperti Supriyadi memilih jalan berani untuk melawan penjajah.

Semua kejadian ini adalah bagian dari fondasi menuju Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Tanpa perjuangan dan peristiwa-peristiwa penting di bulan Februari 1945, jalan menuju kemerdekaan mungkin tidak akan semulus yang tercatat dalam sejarah hari ini.

Referensi Utama:

  • Lahirnya Pancasila, Kementerian Penerangan RI (1947)
  • Memoar Mohammad Hatta: Untuk Negeriku (1979)
  • Sukarno: An Autobiography, Cindy Adams (1965)
  • Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI, PNRI (2008)
  • The Pacific War, John Costello (1981)
  • Japan’s Occupation of Java, Eiji Takemae (2002)
  • Arsip Nihon Gaiko Bunsho (Dokumen Diplomasi Jepang)
  • Laporan NICA (Netherlands Indies Civil Administration)
  • Rijksinstituut voor Oorlogsdocumentatie, Belanda

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *