Boyolali – Ketegangan yang telah lama membara antara dua negara tetangga bersenjata nuklir, India dan Pakistan, meledak menjadi konfrontasi militer terbuka dalam beberapa minggu terakhir. Puncaknya terjadi pada awal Mei 2025, dengan serangkaian serangan udara dan darat lintas batas yang telah merenggut nyawa puluhan orang, termasuk warga sipil, dan memicu kekhawatiran global akan potensi perang skala penuh. Meskipun belum ada deklarasi perang resmi, serangkaian tindakan militer agresif, pemutusan hubungan diplomatik, dan retorika panas dari kedua belah pihak menandakan krisis paling serius dalam beberapa tahun terakhir di kawasan yang disengketakan tersebut.
Dunia kini menahan napas, menyaksikan apakah India dan Pakistan akan mundur dari ambang kehancuran atau justru terjerumus lebih dalam ke dalam konflik yang dapat memiliki konsekuensi bencana. Artikel ini akan mengurai kronologi peristiwa, dampak yang ditimbulkan, serta reaksi internasional terhadap krisis yang tengah berkembang ini.
Akar Pahit Konflik: Sejarah Panjang Ketidakpercayaan
Untuk memahami sepenuhnya krisis saat ini, penting untuk menilik kembali sejarah panjang perselisihan antara India dan Pakistan. Sejak pemisahan dan kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947, kedua negara telah terlibat dalam tiga perang besar – pada tahun 1947, 1965, dan 1971 – serta berbagai konflik kecil dan pertempuran di perbatasan. Inti dari sebagian besar perselisihan ini adalah wilayah Kashmir yang disengketakan, sebuah daerah indah di Himalaya yang diklaim secara keseluruhan oleh kedua negara namun diperintah sebagian oleh masing-masing.
Garis Kontrol (LoC), sebuah batas de facto yang membagi Kashmir, kerap menjadi saksi bisu pelanggaran gencatan senjata dan infiltrasi militan. India secara konsisten menuduh Pakistan mendukung kelompok-kelompok militan separatis yang melakukan serangan di wilayah Kashmir yang dikelola India, sebuah tuduhan yang selalu dibantah oleh Islamabad. Pakistan, di sisi lain, menuduh India melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir dan berusaha menekan aspirasi masyarakat Kashmir. Latar belakang sejarah yang penuh dengan ketidakpercayaan dan permusuhan inilah yang menjadi pupuk bagi eskalasi terbaru.
Serangan Mematikan di Pahalgam Sebagai Pemicu
Krisis terkini mulai memanas secara signifikan setelah serangan teroris yang mematikan pada 22 April 2025, di Pahalgam, sebuah kota wisata populer di Kashmir yang dikelola India. Dalam serangan tersebut, dilaporkan sedikitnya 26 orang, sebagian besar turis India dan satu warga negara Nepal, tewas. Serangan ini sontak memicu kemarahan besar di India.
Pemerintah India dengan cepat menuding kelompok militan yang berbasis di Pakistan, khususnya Jaish-e-Mohammed (JeM) dan Lashkar-e-Taiba (LeT) yang beroperasi di bawah bendera “The Resistance Front” (TRF), sebagai dalang di balik serangan tersebut. New Delhi menuduh Pakistan memberikan dukungan dan perlindungan kepada kelompok-kelompok ini. Tuduhan ini, seperti biasa, dibantah keras oleh pemerintah Pakistan yang mengutuk serangan terhadap warga sipil dan menolak keterlibatan apapun. Namun, bagi India, serangan Pahalgam menjadi “garis merah” yang terlampaui.
Respons Keras India Melalui “Operasi Sindoor”
Sebagai tanggapan atas serangan Pahalgam, India melancarkan operasi militer signifikan pada dini hari tanggal 7 Mei 2025, yang diberi nama sandi “Operasi Sindoor”. Nama “Sindoor”, yang merujuk pada bubuk merah yang digunakan wanita Hindu yang sudah menikah, dianggap simbolis, terutama karena serangan di Pahalgam dilaporkan secara khusus menargetkan pria, meninggalkan banyak wanita menjadi janda.
Menurut pernyataan resmi dari India, operasi tersebut menargetkan “infrastruktur teroris” di sembilan lokasi di wilayah Pakistan dan Kashmir yang dikelola Pakistan. Lokasi-lokasi yang disebutkan termasuk Bahawalpur, Muridke, Gulpur, Bhimber, Chak Amru, Bagh, Kotli, Sialkot, dan Muzaffarabad. India mengklaim bahwa serangan tersebut, yang melibatkan jet tempur Rafale yang dilengkapi dengan rudal jelajah SCALP dan bom presisi AASM Hammer, berhasil menghancurkan kamp pelatihan, pusat komando, dan tempat persembunyian militan. Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh, menyatakan pada 8 Mei bahwa setidaknya 100 militan tewas dalam serangan tersebut.
Pakistan Membantah dan Menyerang Balik
Pakistan merespons “Operasi Sindoor” dengan kemarahan dan tindakan balasan. Islamabad membantah keras klaim India bahwa serangan tersebut hanya menargetkan fasilitas militan. Sebaliknya, Pakistan menuduh India menargetkan wilayah sipil, termasuk masjid, yang mengakibatkan kematian sedikitnya 31 warga sipil Pakistan dan puluhan lainnya luka-luka. Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, menyebut serangan India sebagai tindakan “pengecut” dan bersumpah akan memberikan respons yang setimpal.
Militer Pakistan mengklaim telah menembak jatuh setidaknya lima jet tempur India di atas wilayah udara India, meskipun klaim ini belum diverifikasi secara independen dan dibantah oleh New Delhi. Beberapa analis independen yang meneliti foto-foto puing dari salah satu lokasi jatuhnya pesawat di Kashmir yang dikelola India mengidentifikasinya sebagai tangki bahan bakar eksternal, bukan bagian inti pesawat.
Sebagai balasan langsung, Angkatan Darat Pakistan dilaporkan memulai serangan mortir besar-besaran yang menargetkan kota Poonch dan wilayah perbatasan lainnya di sisi India. Serangan ini, menurut laporan India, terutama menargetkan infrastruktur sipil, termasuk rumah, kendaraan, dan fasilitas publik, yang menyebabkan tewasnya sedikitnya 15 warga sipil India, termasuk anak-anak.
Eskalasi Perang Senjata di Perbatasan
Sebelum dan sesudah “Operasi Sindoor”, situasi di sepanjang Garis Kontrol (LoC) dan perbatasan internasional telah memburuk secara drastis. Sejak akhir April, kedua belah pihak terlibat dalam baku tembak lintas batas, penembakan artileri berat, dan saling tuduh melakukan serangan menggunakan drone.
Laporan dari kedua sisi menunjukkan adanya pelanggaran gencatan senjata yang berulang kali. Pakistan mengklaim telah menembak jatuh sekitar 25 drone India di atas wilayahnya, termasuk di kota-kota besar seperti Karachi dan Lahore. Sebaliknya, India menuduh Pakistan melancarkan serangan drone dan rudal ke beberapa lokasi di Jammu, Pathankot, dan Udhampur, yang dekat dengan perbatasan bersama. Ada juga laporan media India mengenai penangkapan seorang pilot angkatan udara Pakistan setelah pesawatnya jatuh di Jaisalmer, namun klaim ini dibantah oleh Pakistan.
Korban terus berjatuhan dari kedua belah pihak. Selain korban dari serangan Pahalgam dan “Operasi Sindoor”, belasan warga sipil India dilaporkan tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat penembakan dari pihak Pakistan. Militer India juga melaporkan kematian seorang tentaranya. Di sisi Pakistan, selain klaim 31 korban tewas akibat serangan India, dilaporkan juga ada korban sipil akibat serangan drone India.
Runtuhnya Hubungan Diplomatik
Seiring dengan meningkatnya aksi militer, hubungan diplomatik antara India dan Pakistan jatuh ke titik terendah. Langkah-langkah drastis diambil oleh kedua negara, yang semakin memperdalam krisis:
- Pengusiran Diplomat: Kedua negara saling mengusir diplomat dari kedutaan masing-masing.
- Penangguhan Visa dan Penutupan Perbatasan: Visa untuk warga negara masing-masing dibatalkan, dan perbatasan darat utama seperti Attari-Wagah ditutup untuk pergerakan umum.
- Penutupan Ruang Udara: Kedua negara menutup ruang udara mereka untuk penerbangan dari negara tetangga.
- Penangguhan Perjanjian Air Indus: Dalam sebuah langkah yang sangat signifikan, India mengumumkan penangguhan Perjanjian Air Indus 1960, sebuah perjanjian vital yang mengatur pembagian air sungai lintas batas. Langkah ini dikhawatirkan dapat memiliki implikasi kemanusiaan dan lingkungan yang serius jika berkepanjangan.
Warga Sipil Terjebak dalam Pertikaian
Warga sipil yang tinggal di sepanjang perbatasan menjadi korban utama dari eskalasi ini. Ribuan orang dilaporkan telah mengungsi dari desa-desa mereka di dekat LoC untuk mencari tempat yang lebih aman, meninggalkan rumah dan mata pencaharian mereka. Banyak yang berlindung di bungker-bungker darurat atau pindah ke rumah kerabat di kota-kota yang lebih jauh dari garis depan.
Laporan dari wilayah Poonch di Kashmir yang dikelola India menggambarkan pemandangan yang kacau, dengan keluarga-keluarga melarikan diri di bawah tembakan artileri. Sekolah-sekolah ditutup, dan aktivitas ekonomi terganggu parah. Di India utara, sekitar 20 bandara dilaporkan ditutup sementara, yang berdampak besar pada perjalanan dan perdagangan. Ketakutan dan ketidakpastian mencengkeram komunitas perbatasan, yang telah hidup di bawah bayang-bayang konflik selama beberapa dekade.
Seruan untuk Menahan Diri Dari Internasional
Komunitas internasional merespons dengan keprihatinan mendalam terhadap eskalasi antara India dan Pakistan. Amerika Serikat, melalui Menteri Luar Negerinya, Marco Rubio, dilaporkan telah melakukan pembicaraan dengan para pemimpin kedua negara, menekankan perlunya de-eskalasi segera.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyuarakan keprihatinan. Dewan Keamanan PBB mengadakan konsultasi tertutup darurat atas permintaan Pakistan untuk membahas situasi tersebut. Para pemimpin dunia dan organisasi internasional lainnya menyerukan kedua belah pihak untuk menahan diri secara maksimal, menghindari tindakan provokatif lebih lanjut, dan mencari solusi damai melalui dialog. Kekhawatiran utama adalah bahwa kedua negara memiliki senjata nuklir, dan setiap eskalasi yang tidak terkendali dapat memiliki konsekuensi yang tak terbayangkan.
Di Ambang “Perang” atau “Konflik Terbatas”?
Meskipun telah terjadi aksi militer yang signifikan, termasuk serangan udara dan korban jiwa di kedua sisi, para analis masih berdebat apakah situasi saat ini dapat dikategorikan sebagai “perang” dalam arti formal. Belum ada deklarasi perang resmi dari kedua negara. Namun, tidak dapat disangkal bahwa ini adalah konflik bersenjata yang serius dengan potensi eskalasi lebih lanjut.
Tindakan India melalui “Operasi Sindoor” menandai peningkatan signifikan dibandingkan dengan insiden perbatasan sebelumnya. Demikian pula, respons Pakistan menunjukkan kesiapan untuk membalas. Situasi ini lebih dari sekadar pertempuran kecil di perbatasan; ini adalah konfrontasi yang melibatkan aset militer canggih dan memiliki implikasi strategis yang luas.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Situasi antara India dan Pakistan tetap sangat tidak stabil dan berbahaya. Risiko salah perhitungan atau eskalasi yang tidak disengaja sangat tinggi. Setiap tindakan lebih lanjut oleh salah satu pihak dapat dengan mudah memicu siklus serangan balasan yang lebih besar, yang berpotensi menarik kedua negara ke dalam perang skala penuh yang tidak diinginkan oleh siapapun. Keberadaan senjata nuklir di kedua negara menambah lapisan bahaya yang mengerikan pada krisis ini.
Namun, di tengah ketegangan, masih ada secercah harapan bahwa diplomasi dan akal sehat akan menang. Tekanan internasional untuk de-eskalasi terus meningkat. Kedua negara memiliki sejarah panjang dalam mengelola krisis, meskipun seringkali setelah mencapai ambang batas yang berbahaya.
Jalan ke depan memerlukan kedua belah pihak untuk segera menghentikan permusuhan, membuka kembali jalur komunikasi di semua tingkatan – baik militer maupun diplomatik – dan mengatasi akar penyebab konflik melalui dialog yang berkelanjutan dan konstruktif. Bagi jutaan orang yang tinggal di kawasan itu, dan bagi stabilitas global, perdamaian antara India dan Pakistan bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Dunia mengamati dengan cemas, berharap bahwa para pemimpin di New Delhi dan Islamabad akan memilih jalan de-eskalasi sebelum terlambat.