Cerita 1001 Malam – Kisah Pemanggul Barang dan Tiga Perempuan Baghdad: Kisah Pengembara Pertama

Prolog

Setelah pesta malam di rumah tiga perempuan itu berlangsung meriah, suasana sedikit menegang ketika salah satu tamu—seorang laki-laki dengan kepala botak, berjenggot, dan bermata satu—diminta untuk menjelaskan siapa dirinya dan bagaimana ia bisa hidup sebagai seorang pengembara, yakni pengelana atau pengemis suci yang hidup tanpa tempat tetap.

Ia pun berdiri, menunduk hormat, dan memulai ceritanya:

“Wahai para perempuan terhormat, para tamu, dan siapa pun yang hadir di sini, ketahuilah bahwa aku bukanlah pengemis biasa. Aku adalah seorang pangeran, putra dari seorang raja agung dari negeri timur yang dahulu makmur dan kuat. Ayahku mendidikku dalam sastra, ilmu pengetahuan, dan seni perang. Aku tumbuh dalam kemewahan, namun nasib membawaku ke jalan yang tidak pernah kuduga…”

Aku Pergi ke Negeri Paman

Saat ayahandanya wafat, sang pangeran masih muda. Ia melanjutkan pemerintahan selama beberapa tahun sebelum tergerak untuk mengunjungi pamannya, saudara ayahnya, yang juga seorang raja di kerajaan lain. Ia membawa hadiah, perhiasan, dan surat penuh hormat, kemudian berangkat bersama rombongan kecil melintasi padang pasir dan hutan.

Sesampainya di kerajaan pamannya, ia disambut hangat dan dijamu selama beberapa hari. Namun, satu malam terjadi peristiwa ganjil: paman dan keluarganya menghilang dari istana. Pagi harinya, sang pangeran mendapati dirinya sendirian, para pelayan ketakutan, dan istana menjadi sunyi seperti rumah kosong.

Ketika ia bertanya kepada salah satu pengawal tua, orang itu menjawab gemetar:

“Tuan, malam tadi raja kami berubah menjadi ular raksasa dan menghilang bersama putra-putranya. Tak seorang pun tahu ke mana mereka pergi. Ini adalah kutukan yang telah turun-temurun.”

Penemuan Gerbang Misterius

Pangeran muda itu penasaran dan mulai menyelidiki ruangan-ruangan istana. Di salah satu lorong bawah tanah, ia menemukan gerbang rahasia yang tertutup batu besar. Di atasnya terdapat tulisan dalam bahasa kuno:

“Hanya yang tak takut takdir yang boleh masuk.”

Dengan keberanian besar, ia mendorong batu itu dan masuk. Di dalamnya ada tangga yang membawa ke sebuah ruang bercahaya merah, penuh dengan patung emas dan dinding-dinding berhias permata.

Di ujung ruangan itu berdiri patung perempuan bermahkota, yang tiba-tiba hidup dan berkata:

“Wahai pangeran muda, jika kau ingin tahu rahasia hilangnya pamanmu, maka lanjutkan perjalanan ini. Tapi ketahuilah, kau akan kehilangan sesuatu yang kau cintai.”

Tanpa ragu, pangeran melangkah maju. Ia melewati terowongan-terowongan aneh, dan tiba-tiba lantai ambruk, membuatnya jatuh ke dalam kegelapan.

Negeri Para Makhluk Gaib

Ketika ia sadar, ia telah berada di negeri yang aneh. Langitnya merah muda, anginnya dingin namun harum. Di sana hidup makhluk-makhluk gaib: jin, raksasa, dan manusia setengah hewan.

Ia ditawan oleh seorang raksasa buta satu mata yang bertubuh besar, yang menyuruhnya bekerja sebagai pelayan. Setiap hari ia harus memasak, membersihkan gua, dan menyanyi untuk menghibur tuannya. Jika ia melawan, cambuk api menantinya.

Selama setahun ia hidup seperti itu, hingga suatu malam, ia mendengar suara perempuan menangis. Ia mengikuti suara itu dan menemukan seorang putri jin yang juga ditawan oleh raksasa itu. Mereka pun bersekutu untuk melarikan diri.

Putri itu memberinya sebuah kantong berisi serbuk tidur dari bunga gunung, yang membuat raksasa terlelap. Mereka kemudian kabur dengan menaiki kuda angin, makhluk bersayap yang dikendalikan dengan sihir.

Namun, sebelum sampai di dunia manusia, badai gaib menghantam mereka. Kuda angin terbelah dua. Pangeran terjatuh dan terdampar di pantai asing, sementara sang putri hilang entah ke mana.

Kesialan yang Membuatku Buta Sebelah Mata

Di pantai itu, pangeran ditemukan oleh suku nelayan dan dibawa ke kota terdekat. Ia hidup sebagai pengamen di jalanan. Suatu hari, seorang tabib mengajaknya bekerja sebagai pembantu. Namun, tabib itu ternyata seorang penyihir jahat yang menculik pemuda-pemuda untuk dijadikan tumbal.

Pangeran berusaha kabur, tapi si penyihir melemparkan ramuan ke wajahnya, yang membuat mata kirinya buta selamanya.

Ia berhasil lolos, tapi tubuhnya lemah dan tak punya tempat kembali. Dalam keputusasaan, ia menjadi seorang pengembara, menutupi masa lalunya dengan pakaian lusuh dan kepala botak. Tapi di dalam hatinya, ia tetap menyimpan harga diri seorang pangeran.

Penutup Kisah Kalandar Pertama

Setelah menyelesaikan ceritanya, kalandar pertama menunduk, lalu berkata:

“Itulah kisahku yang penuh penderitaan dan misteri. Semoga cukup membuat kalian memaafkanku atas keberadaanku malam ini.”

Para perempuan di rumah itu, serta para tamu, terdiam. Tak ada yang menyangka bahwa di balik wajah lelah kalandar ini, tersembunyi riwayat agung seorang pangeran.

Sang kakak tertua dari tiga perempuan itu mengangguk dan berkata lembut:

“Kami menghargai kejujuran dan keberanianmu. Kau telah dimaafkan.”

Kemudian, mereka meminta kalandar kedua untuk menceritakan kisahnya, dan malam yang penuh kejutan pun berlanjut.

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *