Cerita 1001 Malam – Kisah Nelayan dan Jin dalam Botol: Raja Sindibad dan Elangnya

Pengantar

Masih dalam kisah Nelayan dan Jin Dalam Botol, cerita ini disampaikan oleh jin kepada sang nelayan sebagai pelajaran agar manusia tak tergesa-gesa dalam membuat keputusan, dan agar jangan membalas kebaikan dengan kejahatan.

Saat jin sedang berusaha meyakinkan nelayan agar melepaskannya, ia berkata, “Jika engkau tidak percaya padaku, maka engkau sama seperti Raja Sindibad yang membunuh satu-satunya sahabat setianya karena keputusan yang terburu-buru. Mau kah kau mendengar kisahnya?”

Nelayan mengangguk penasaran. Maka jin mulai berkisah:

Raja yang Perkasa dan Hobinya Berburu

Pada masa lampau, di sebuah kerajaan yang makmur dan kuat, hiduplah seorang raja bernama Sindibad. Ia terkenal sebagai penguasa yang bijaksana, pemberani, dan sangat mencintai petualangan. Salah satu kesukaannya adalah berburu ke hutan bersama para prajuritnya.

Namun, ada satu teman sejati yang selalu ia bawa kemanapun saat berburu—seekor elang kesayangan yang gagah dan cerdas. Elang itu adalah burung yang telah ia rawat sejak kecil. Ia melatihnya dengan penuh kesabaran, dan burung itu menjadi penolong setia yang tahu kapan harus menyergap, kapan harus terbang, dan bahkan kapan harus memperingatkan sang raja dari bahaya.

Elang itu bukan sekadar binatang peliharaan—ia adalah sahabat sejati sang raja.

Perburuan yang Melelahkan

Suatu hari, Raja Sindibad dan rombongannya pergi berburu ke hutan pegunungan yang terjal dan penuh tantangan. Mereka menunggang kuda, menyusuri sungai, dan mengejar kijang serta harimau liar. Hari itu panas menyengat, dan raja sangat kelelahan serta kehausan.

Saat matahari sudah tinggi dan rombongan beristirahat, Raja Sindibad memilih menyendiri bersama elangnya. Ia berpisah dari rombongan untuk mencari air dari mata air yang biasa mengalir dari pegunungan.

Air dari Tebing dan Elang yang Aneh

Akhirnya, ia menemukan sumber air yang menetes perlahan dari celah-celah batu karang tinggi di tebing. Air itu jernih dan tampak segar. Namun karena tetesannya kecil, raja hanya bisa menampungnya sedikit demi sedikit ke dalam cangkir peraknya.

Ia menunggu lama hingga cangkir hampir penuh. Namun, tepat saat hendak meneguk air itu, elangnya terbang dan menjatuhkan cangkir dari tangannya!

Air pun tumpah ke tanah.

Raja kaget dan marah. Namun ia berpikir mungkin elang hanya gelisah.

Ia pun menampung air kembali. Kali ini, dengan sangat hati-hati. Saat hendak meminum, elang itu terbang sekali lagi dan menumpahkan cangkirnya untuk kedua kali!

Raja mulai kesal. Tapi karena haus, ia mencoba sekali lagi. Saat cangkir hampir menyentuh bibirnya, elang itu kembali terbang dan menumpahkannya untuk ketiga kalinya!

Amarah sang raja meledak. Dalam amarah yang membuncah, ia berkata, “Hai burung durhaka! Aku memberimu makan, merawatmu, menjadikanmu temanku, dan kau membalasnya dengan menjegalku saat aku sangat kehausan!”

Dengan emosi yang meluap, ia mencabut pedangnya, dan saat elang itu hinggap di tangannya, ia menebasnya hingga mati.

Kebenaran yang Terlambat

Namun, setelah itu, rasa haus tetap menguasai sang raja. Ia pun memanjat lebih tinggi untuk mencari sumber air itu langsung dari atas batu.

Ketika ia berhasil mencapai puncak dan melihat dari mana air itu berasal, ia tertegun, lalu gemetar.

Di balik celah batu itu, rupanya terdapat bangkai seekor ular berbisa besar yang telah mati, dan tubuhnya membusuk di dalam aliran air. Air yang menetes dari batu itu ternyata telah terkontaminasi oleh racun dan bangkai ular.

Elang itu sebenarnya mencoba menyelamatkan nyawanya. Elang tahu, jika raja meminum air itu, ia akan mati seketika karena racunnya.

Raja Sindibad terdiam. Ia merasa sangat menyesal. Ia duduk di samping tubuh elang yang kini telah dingin, dan air matanya jatuh deras. Ia menangis dan berkata, “Oh sahabatku… Aku telah membunuhmu karena kebodohan dan kemarahanku. Engkau ingin menyelamatkanku, tapi aku menyangka kau mengkhianatiku.”

Ia membawa pulang tubuh elang itu dengan penuh duka dan menguburkannya dengan upacara yang terhormat. Sejak hari itu, sang raja tidak pernah berburu lagi. Ia terus mengenang kesetiaan elang sahabatnya, dan ia pun mengukir kisah itu sebagai peringatan di dinding istananya agar semua orang belajar darinya.

Ending Cerita

Jin menutup ceritanya dengan berkata pada nelayan:

“Wahai manusia, tidakkah kau melihat betapa menyakitkan akibat dari keputusan yang tergesa-gesa? Apakah engkau ingin seperti Raja Sindibad, yang membalas kesetiaan dengan kematian, lalu menyesal setelah semuanya terlambat? Maka jangan kau buru-buru menghukumku sebelum kau benar-benar tahu niatku.”

Sang nelayan terdiam lama. Kisah itu menggugah hatinya. Ia menatap botol tempat jin terkurung dan berkata dalam hati, “Kadang kesetiaan datang dalam bentuk yang tidak kita pahami pada awalnya. Jika aku membunuh makhluk ini karena prasangkaku sendiri, bisa jadi aku seperti Raja Sindibad.”

Akhirnya, nelayan itu memutuskan untuk membebaskan jin—namun dengan hati-hati dan syarat tertentu agar jin menepati janjinya dan tidak mengkhianatinya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *