Cerita 1001 Malam: Kisah Lembu dan Keledai. Tegaslah Kepada Istri!

Di sebuah negeri jauh, ada seorang raja besar bernama Syahriyar, penguasa yang kuat namun berhati dingin. Setelah dikhianati oleh istrinya, ia menjadi kejam: setiap malam menikahi seorang gadis, lalu membunuhnya keesokan harinya. Negeri itu hidup dalam ketakutan, hingga muncul seorang wanita bijak bernama Syahrazad, anak dari wazir kerajaan.

Syahrazad menawarkan diri menjadi istri raja, namun bukan untuk mati — melainkan untuk menyelamatkan nyawa perempuan lain. Ia punya rencana: setiap malam akan menceritakan kisah yang begitu menarik, sehingga raja menunda eksekusinya demi mendengar kelanjutannya.

Dan begitulah, malam demi malam, Syahrazad mulai bercerita…

Malam Pertama: Tentang Seorang Pedagang dan Hewan-Hewannya

Alkisah, di suatu negeri, hiduplah seorang pedagang kaya yang memiliki banyak harta, ternak, dan sawah ladang. Ia adalah orang baik hati yang tak hanya memperhatikan kekayaannya, tapi juga merawat binatang-binatangnya dengan penuh kasih.

Di antara semua hewannya, dua yang paling mencolok adalah seekor lembu yang kuat dan rajin, dan seekor keledai yang malas tapi cerdik. Si lembu setiap hari membajak sawah, menarik bajak sepanjang hari di bawah terik matahari. Sementara si keledai hanya membawa barang ringan dan beristirahat di kandang yang sejuk.

Pedagang ini memiliki kelebihan unik: ia bisa memahami bahasa binatang, berkat suatu rahmat dari langit. Tapi ada syarat berat: jika ia mengungkapkan pada siapa pun bahwa ia bisa memahami mereka, ia akan mati seketika.

Pedagang itu sering duduk di kandang, memperhatikan dan mendengarkan percakapan antara lembu dan keledai. Ia hanya tersenyum dalam diam, karena ia tak boleh mengatakan apa-apa pada siapa pun.

Obrolan di Kandang: Si Keledai Memberi Nasihat

Suatu malam, ketika suasana tenang dan pemilik sedang duduk diam, si lembu berkata pada keledai dengan nada sedih:

“Saudaraku, hidupku ini sungguh berat. Aku membanting tulang setiap hari, menarik bajak tanpa henti. Sementara kau duduk santai, makan enak, dan tidak pernah bekerja. Nasibku tak adil.”

Keledai, yang memang cerdik dan pandai berkata-kata, tersenyum lalu menjawab:

“Wahai lembu yang baik, kau bodoh kalau terus-menerus membiarkan manusia memperalatmu. Dengarlah saranku. Besok, berpura-puralah sakit. Jangan makan. Jangan berdiri. Baringkan dirimu dan gelisahlah seolah kau sedang sekarat. Mereka akan mengira kau tidak bisa bekerja, lalu membiarkanmu istirahat.”

Lembu itu terdiam dan tampak berpikir keras. Pedagang yang mendengar semua itu hanya tersenyum, menahan tawa.

Keesokan Hari: Si Lembu Menjalankan Rencana

Keesokan paginya, pelayan datang hendak mengajak si lembu membajak ladang. Tapi lembu itu benar-benar mengikuti saran keledai. Ia menolak berdiri, menggeleng-gelengkan kepala, bahkan menjatuhkan dirinya ke tanah. Mulutnya tidak menyentuh makanan, dan napasnya dibuat berat, seperti akan mati.

Pelayan panik, lalu melaporkan pada sang pedagang:

“Tuanku, lembu kita sakit keras. Tampaknya tidak bisa bekerja.”

Sang pedagang mengangguk seolah prihatin, padahal dalam hatinya ia menahan tawa karena tahu sumber rencana itu. Ia lalu berkata:

“Kalau begitu, biarkan si keledai yang menarik bajak hari ini.”

Pelayan pun menurut.

Keledai Menyesal

Keledai yang sedang asyik bersantai tiba-tiba ditarik keluar dari kandang. Ia diberi bajak, dan dipaksa membajak ladang dari pagi hingga sore. Keringatnya bercucuran. Punggungnya sakit. Ia menyesal memberi saran pada lembu.

Malamnya, ia pulang dalam keadaan remuk. Begitu sampai di kandang, si lembu langsung menyambut dengan semangat:

“Bagaimana, kawan? Apakah rencanaku berhasil? Aku sendiri merasa sangat enak hari ini.”

Namun keledai menjawab dengan suara lemah:

“Dengar aku baik-baik, jangan ulangi itu lagi. Besok pagi, cepat berdiri, makanlah dengan lahap, dan pergi membajak seperti biasa. Kalau tidak, mereka akan menganggap kau tak bisa digunakan lagi… dan akan menyembelihmu.”

Lembu sangat ketakutan.

Pemilik Tertawa, Tapi Sang Istri Ingin Tahu

Keesokan harinya, sang pedagang duduk kembali di dekat kandang. Ia mendengar percakapan lucu antara kedua hewan itu dan tertawa terbahak-bahak.

Namun istrinya, yang kebetulan lewat, melihatnya tertawa sendirian dan bertanya:

“Apa yang membuatmu tertawa seperti itu?”

Pedagang menjawab, “Tidak bisa kukatakan.”

Istrinya bersikeras ingin tahu, namun ia tak bisa memberi tahu karena sumpah rahasia. Ia bahkan mengatakan:

“Kalau aku mengungkapkannya, aku akan mati saat itu juga.”

Namun sang istri tidak percaya dan menganggap suaminya menyembunyikan sesuatu. Ia menangis, berteriak, mengancam akan meninggalkannya jika tidak diberi tahu.

Pedagang menjadi gelisah.

Sang Ayam Memberi Inspirasi

Pedagang itu duduk sedih di halaman. Ia memikirkan nasibnya. Ia mencintai istrinya, tapi ia juga mencintai hidupnya. Jika ia jujur, ia akan mati. Tapi jika tidak, istrinya akan terus menangis dan memaksa.

Sambil merenung, ia melihat seekor ayam jantan dan beberapa ekor ayam betina. Di dekatnya, ada seekor anjing penjaga.

Ayam jantan itu tampak sombong dan santai. Ia berkokok keras, dan semua ayam betina mendekat. Anjing itu cemberut melihat ayam begitu tenang.

Lalu anjing itu berkata:

“Wahai ayam jantan, lihatlah tuan kita. Ia murung dan tak bahagia. Kenapa kau masih bisa berkokok senang?”

Ayam menjawab sambil tertawa:

“Itu karena tuan kita kurang tegas! Kalau aku yang jadi dia, sudah kupecut istriku agar diam. Aku punya lima puluh istri ayam, dan kalau ada satu yang ribut, aku hanya perlu mengepakkan sayapku dan mereka langsung tenang.”

Pedagang mendengar itu dan tersadar: kadang-kadang kelembutan perlu diimbangi dengan ketegasan.

Akhir yang Bijak

Pedagang akhirnya bangkit. Ia masuk ke rumah, memanggil istrinya, dan berkata dengan tegas:

“Aku mencintaimu. Tapi jika kau terus memaksa mengetahui sesuatu yang bisa membuatku mati, maka aku akan menyuruh keluargamu menjemputmu kembali.”

Istrinya tersadar, terdiam, dan akhirnya memeluk suaminya sambil menangis:

“Maafkan aku. Aku hanya takut kau menyembunyikan sesuatu karena kau tak mencintaiku.”

Sejak saat itu, ia tak pernah lagi memaksa. Mereka hidup bahagia, dan si lembu serta si keledai kembali pada pekerjaan masing-masing — dengan si keledai tak pernah lagi memberi nasihat yang tak ia jalani sendiri.

Penutup dari Syahrazad

Syahrazad menutup kisahnya dengan senyum. Raja Syahriyar, yang awalnya berniat membunuhnya pagi itu, malah penasaran:

“Lalu apa yang terjadi setelah itu?”

Syahrazad hanya tersenyum dan berkata:

“Itu kisah untuk malam berikutnya, Tuanku.”

Dan begitulah, malam demi malam, kisah demi kisah, Syahrazad memperpanjang hidupnya, menyihir raja dengan cerita yang indah dan penuh hikmah — menyelamatkan tidak hanya dirinya, tapi seluruh wanita di kerajaan itu.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *