Alur Cerita Lengkap
Pendahuluan – Petualangan Dimulai
Di tengah gemuruh perang yang melanda Inggris, empat bersaudara bernama Peter, Susan, Edmund, dan Lucy Pevensie harus meninggalkan rumah mereka di kota. Orang tua mereka mengirim mereka ke pedesaan untuk berlindung dari bahaya serangan bom. Mereka akhirnya tiba di sebuah rumah besar dan tua milik seorang Profesor yang bijaksana namun tampak sedikit aneh. Rumah itu begitu luas, dengan banyak ruangan yang tampak seperti tidak pernah dijamah selama bertahun-tahun.
Hari-hari berlalu, dan keempat bersaudara itu mulai merasa bosan. Suatu hari, ketika hujan turun dengan deras dan mereka tidak bisa bermain di luar, mereka memutuskan untuk menjelajahi setiap sudut rumah itu. Petualangan kecil mereka membawa mereka ke ruang-ruang yang penuh dengan barang-barang antik, rak-rak buku tinggi, dan lukisan-lukisan kuno.
Di salah satu ruangan yang sepi dan berdebu, mereka menemukan sebuah lemari pakaian yang besar. Lemari itu tampak berbeda dari yang lain—kokoh, tinggi, dan terbuat dari kayu yang tampak sangat tua. Ketika mereka membukanya, deretan mantel tebal bergantungan di dalamnya, seolah-olah tidak pernah tersentuh selama bertahun-tahun.
Lucy, si bungsu yang selalu penasaran, memutuskan untuk masuk dan merasakan kelembutan bulu mantel-mantel itu. Ia terus melangkah ke dalam, berharap menemukan bagian belakang lemari. Namun, yang dirasakannya justru sesuatu yang dingin dan lembut. Ketika ia menyibakkan mantel-mantel itu, kakinya tiba-tiba menyentuh salju, dan udara dingin menyapu wajahnya.
Dengan penuh keheranan, Lucy menyadari bahwa ia kini berdiri di tengah hutan yang bersalju lebat, meskipun ia baru saja melangkah dari dalam rumah. Pepohonan tinggi menjulang di sekelilingnya, ranting-rantingnya tertutup salju putih yang tebal. Jalan kecil yang berselimut es membentang di depannya, dan lampu jalan tua yang menyala remang-remang berdiri di tengah hutan, tampak seperti lentera di tengah keheningan musim dingin.
Di sinilah petualangan mereka dimulai—di sebuah tempat ajaib bernama Narnia, yang tersembunyi di balik pintu lemari tua di rumah Profesor itu.
Penemuan Narnia melalui Lemari Pakaian
Di tengah keheranannya, Lucy melangkah perlahan di atas salju yang lembut. Nafasnya terlihat mengepul di udara dingin, sementara ia menatap sekeliling hutan bersalju yang sunyi. Lampu jalan tua yang berdiri di tengah hutan itu tampak begitu kontras—seperti sesuatu yang seharusnya ada di kota, namun kini berdiri sendirian di tengah pepohonan berselimut es.
Ketika Lucy mendekat, ia dikejutkan oleh sosok aneh yang muncul dari balik pepohonan. Makhluk itu memiliki tubuh seperti manusia, tetapi dengan kaki berbulu seperti kambing dan tanduk kecil di atas kepalanya. Tangan kirinya memegang payung merah, sementara tangan kanannya menenteng beberapa paket kecil yang terikat rapi. Melihat Lucy, makhluk itu tampak sangat terkejut, hampir menjatuhkan barang-barangnya.
“Oh, astaga!” serunya, suaranya sedikit bergetar. “Anak manusia! Seorang anak manusia di Narnia!”
Lucy, meskipun takut, mencoba untuk tetap tenang. “Maaf… Apakah ini benar-benar Narnia?” tanyanya pelan.
Makhluk itu mengangguk pelan, lalu memperkenalkan dirinya. “Namaku Mr. Tumnus. Aku seorang faun.” Dengan senyum ramah, ia mengundang Lucy untuk datang ke rumahnya dan menghangatkan diri. Lucy, yang merasa Mr. Tumnus tidak berbahaya, mengikuti langkahnya menyusuri jalan setapak yang diselimuti salju.
Rumah Mr. Tumnus berada di dalam gua kecil yang hangat, dengan perapian yang menyala cerah dan rak-rak penuh buku. Mereka duduk bersama, dan Mr. Tumnus menyuguhkan teh hangat serta kue manis kepada Lucy. Percakapan mereka pun mengalir, dan Mr. Tumnus mulai bercerita tentang Narnia.
Ia menjelaskan bahwa Narnia adalah dunia yang indah, tetapi kini berada di bawah kekuasaan seorang penyihir jahat yang dikenal sebagai White Witch. Karena kutukannya, Narnia terperangkap dalam musim dingin abadi—salju turun terus-menerus, namun tidak pernah ada Natal.
Wajah Mr. Tumnus yang semula ceria mendadak muram. Ia tampak gelisah dan mulai meneteskan air mata. Ketika Lucy bertanya apa yang terjadi, Mr. Tumnus mengaku bahwa ia diperintahkan oleh White Witch untuk melaporkan siapa pun yang datang dari dunia manusia. Namun, karena kebaikan hati Lucy, Mr. Tumnus tidak tega melakukannya.
“Aku tidak bisa mengkhianatimu, Nona Lucy,” katanya terisak. “Mereka akan menghukumku, tetapi aku tidak akan menyerahkanmu kepada sang Penyihir.”
Lucy merasa terharu sekaligus takut. Ia berterima kasih kepada Mr. Tumnus dan berjanji tidak akan memberitahukan rahasia itu kepada siapa pun. Mr. Tumnus pun mengantarkannya kembali ke jalan bersalju yang menuju ke arah lampu jalan tua.
Dengan langkah cepat, Lucy kembali melewati ranting-ranting bersalju, menyibakkan mantel-mantel tebal, dan akhirnya keluar dari lemari pakaian. Ia berlari keluar dan menemukan saudara-saudaranya masih berada di dalam rumah besar itu, seolah tidak ada waktu yang berlalu sama sekali.
Namun, ketika Lucy mencoba menjelaskan tentang Narnia dan pertemuannya dengan Mr. Tumnus, tidak ada seorang pun yang mempercayainya. Peter dan Susan mengira Lucy hanya berkhayal, dan Edmund malah menertawakannya. Meskipun begitu, Lucy tetap bersikeras bahwa Narnia itu nyata.
Bagi Lucy, petualangan di negeri bersalju itu baru saja dimulai—dan ia bertekad untuk kembali ke sana.