Pemberontakan Andi Azis: Peristiwa yang Justru Mempercepat Integrasi Federal ke NKRI

Pemberontakan Andi Azis berlangsung pada April 1950 di Makassar, Sulawesi Selatan, dipimpin oleh Kapten KNIL Andi Azis yang menolak penggabungan Negara Indonesia Timur (NIT) ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konflik dimulai pada 5 April 1950 dengan serangan ke markas APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dan berakhir dalam kurang dari tiga minggu setelah pasukan Republik dikirim untuk menumpasnya. Andi Azis ditangkap di Yogyakarta pada 14 April 1950, diadili, dan divonis penjara. Pemberontakan ini justru mempercepat integrasi daerah-daerah federal ke dalam NKRI yang resmi terjadi pada 17 Agustus 1950.

Latar Belakang Sejarah

Sistem Federasi RIS dan Negara Indonesia Timur

Pada akhir Revolusi Nasional Indonesia, hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (November 1949) membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari republik dan negara-negara bagian, termasuk Negara Indonesia Timur (NIT). NIT meliputi wilayah Sulawesi, Maluku, dan pulau-pulau timur lainnya yang secara administratif dipisahkan dari Republik Indonesia. Federasi ini ibarat “federal” di AS, dengan NIT memiliki otonomi tertentu, tetapi praktek politik di NIT banyak didominasi oleh eks-KNIL dan golongan federalis.

KNIL dan APRIS

KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) adalah tentara Hindia Belanda yang sebagian besar terdiri dari prajurit Ambon, Minahasa, dan Sulawesi Selatan, di bawah komando Belanda hingga akhir 1949. Setelah pengakuan kedaulatan, anggota KNIL diintegrasikan ke APRIS, sedangkan sebagian bergabung dengan TNI (Tentara Nasional Indonesia). Integrasi ini menimbulkan ketegangan: mantan prajurit KNIL khawatir akan diperlakukan diskriminatif oleh pimpinan APRIS yang didominasi etnis Jawa dan golongan unitaris.

Profil Andi Azis

Andi Azis lahir di Sulawesi Selatan dan berkarier sebagai perwira KNIL sebelum kemerdekaan Indonesia. Ia memegang pangkat kapten KNIL dan dikenal dekat dengan kalangan federalis di pemerintahan NIT. Andi Azis menolak perjuangan unitaris yang dipimpin tokoh seperti Sukarno dan Hatta, sehingga posisi politiknya berada pada kelompok yang ingin mempertahankan otonomi NIT dalam RIS.

Penyebab Pemberontakan

Penolakan Integrasi ke NKRI

Keputusan pemerintah pusat untuk “melebur” NIT ke dalam NKRI diumumkan secara mendadak pada 4 April 1950 tanpa melalui proses parlemen NIT. Banyak golongan federalis, termasuk Andi Azis, merasa diperlakukan tidak adil dan khawatir kehilangan kekuasaan politik mereka. Mereka memandang integrasi sebagai dominasi “unitarian” Jawa atas daerah timur yang multietnis.

Ketegangan Antar-Militer

Hubungan antara eks-KNIL dan TNI penuh kecurigaan. Mantan prajurit KNIL takut diposisikan pada kelas dua di APRIS/TNI, sementara TNI mencurigai loyalitas mereka kepada Belanda. Peristiwa demonstrasi pro-Republik di Makassar semakin memicu ketakutan kalangan federalis bahwa APRIS/TNI akan melakukan “pembersihan” terhadap elemen federalis.

Motivasi Politik Lokal

Presiden NIT Soekawati dan Perdana Menteri sejawatnya tidak serta-merta mendukung Andi Azis, tetapi lambannya reaksi pemerintah NIT terhadap pengumuman integrasi menciptakan ruang bagi elemen militer untuk bertindak sendiri. Tokoh federalis berusaha mempertahankan status quo dengan memanfaatkan kekuatan militer lokal yang dikuasai Andi Azis.

Kronologi Kejadian

30 Maret 1950: Persiapan

Pada 30 Maret 1950, Andi Azis dan pasukan KNIL yang dipimpinnya resmi bergabung ke APRIS di hadapan Letkol Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur, namun tetap mempertahankan struktur komandonya sendiri. Ini merupakan langkah taktikal yang memberi Andi Azis akses senjata APRIS sekaligus basis legitimasi militer.

5 April 1950: Serangan Mendadak

Pukul 05.00 pagi tanggal 5 April 1950, Andi Azis memimpin “Pasukan Bebas”—kombinasi mantan KNIL dan sukarelawan lokal—untuk menyerbu markas APRIS di Makassar. Mereka berhasil menyandera beberapa perwira, termasuk Letkol A. J. Mokoginta, serta menduduki fasilitas penting seperti tangsi, dermaga, dan kantor pemerintahan. Baku tembak sporadis terjadi, namun korban jiwa dilaporkan nihil atau sangat sedikit.

8 April 1950: Ultimatum Pemerintah Pusat

Pemerintah RIS yang dipimpin Perdana Menteri Mohammad Hatta mengeluarkan ultimatum kepada Andi Azis pada 8 April 1950, menuntut gencatan senjata dan penyerahan diri dalam waktu 24 jam. Ultimatum ini dikirim melalui radio dan surat resmi, dengan ancaman intervensi militer langsung jika tidak dipatuhi.

13–14 April 1950: Kedatangan Pasukan Republik dan Penangkapan

Pada 13 April, pasukan APRIS/TNI di bawah komando Letkol Suharto dan Kolonel Alexander E. Kawilarang dikerahkan dari Jawa ke Makassar dengan dukungan angkatan laut. Menjelang kedatangan mereka, sebagian besar pasukan Andi Azis mundur atau menyerah tanpa perlawanan serius. Pada 14 April 1950, Andi Azis diundang ke Yogyakarta dengan jaminan negosiasi damai, tetapi segera ditangkap oleh Sultan Hamengkubuwono IX atas permintaan pemerintah pusat.

21 April 1950: Penguasaan Makassar

Dengan hilangnya pemimpin dan basis perlawanan, 2.000 pasukan APRIS/TNI dengan cepat menguasai Kota Makassar pada 21 April 1950 tanpa pertempuran besar. Pemerintah RI resmi mengambil alih kendali administratif dan militer di seluruh Sulawesi Selatan.

Penanganan Hukum dan Vonis

Setelah penangkapan, Andi Azis diadili oleh Mahkamah Militer di Jakarta pada 1952. Ia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena makar dan pelanggaran terhadap konstitusi RIS. Beberapa sumber menyebutkan vonis diringankan menjadi 10 tahun dan dibebaskan lebih awal setelah amnesti, meski rincian pembebasannya bervariasi antar-sumber.

Dampak dan Akibat

Percepatan Integrasi Federal ke NKRI

Ironisnya, pemberontakan Andi Azis justru mempercepat proses penyatuan NIT dan entitas federal lain ke dalam NKRI. Presiden Soekawati dan parlemen NIT menyadari bahwa dukungan militer pusat begitu kuat, sehingga pada 21 April 1950 NIT resmi bergabung ke Republik Indonesia. Semua negara bagian federal di RIS kecuali Negara Republik Maluku Selatan melebur ke NKRI pada 17 Agustus 1950.

Pembubaran KNIL sebagai Aktor Politik

Paska-peristiwa, status mantan KNIL dalam militer Indonesia diperjelas: eks-KNIL sepenuhnya diintegrasikan atau dipensiunkan, tanpa struktur komando tersendiri. Ini mengakhiri pengaruh politik langsung kelompok federalis bersenjata di Indonesia Timur.

Konsolidasi Pemerintahan Pusat

Pemerintah pusat semakin mantap dalam mengendalikan wilayah timur Indonesia. Pemerintah NIT yang sebelumnya semi-otonom dibubarkan, dan gubernur serta pejabat daerah langsung diangkat oleh Jakarta. Integrasi ini membuka jalan bagi pembentukan Provinsi Sulawesi Selatan dan provinsi-provinsi baru sesuai kebutuhan administratif NKRI.

Pelajaran Penting

Pemberontakan Andi Azis merupakan bab penting dalam sejarah integrasi Indonesia pasca-KMB. Berawal dari penolakan kelompok federalis atas penyatuan NIT ke dalam NKRI, peristiwa ini menunjukkan betapa rapuhnya struktur federasi RIS. Upaya militer untuk mempertahankan otonomi justru berujung pada kekalahan politik dan hukum, serta mempercepat proses unifikasi nasional. Dari segi militer, pemberontakan ini menandai akhir peran KNIL sebagai kekuatan tersendiri. Secara politik, RI berhasil menegaskan prinsip Negara Kesatuan, meski memerlukan kompromi dan penanganan hukum terhadap pihak-pihak yang menentangnya.

Galeri Peristiwa

Referensi

  • https://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_Andi_Azis
  • https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/06/190000379/tujuan-pemberontakan-andi-azis
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6052405/pemberontakan-andi-azis-latar-belakang-tujuan-dan-dampaknya
  • https://www.pijarbelajar.id/blog/latar-belakang-pemberontakan-andi-azis
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Makassar_Uprising
  • https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/mengetahui-tokoh-pemberontakan-andi-aziz-dan-kronologinya-20t7ZEUSAHB
  • https://munasprok.go.id/Web/baca/119

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *