Demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Laporan dari The Economist Intelligence Unit (EIU) bahkan mengkategorikan Indonesia sebagai negara dengan “flawed democracy” atau demokrasi cacat. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia semakin tergerus.
Pemerintahan Tanpa Oposisi dan Dampaknya
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemunduran demokrasi adalah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang hampir tanpa oposisi. Mayoritas partai politik memilih untuk bergabung dalam pemerintahan, sehingga melemahkan sistem check and balance yang seharusnya mengawasi kebijakan pemerintah. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi satu-satunya kekuatan politik besar yang belum mengambil sikap tegas, apakah akan mendukung pemerintahan atau menjadi oposisi.
Ketika sistem oposisi melemah, ruang untuk mengkritik pemerintah pun semakin terbatas. Ini menjadi salah satu indikasi menurunnya indeks demokrasi di Indonesia. Berkurangnya kebebasan berekspresi dan kritik terhadap pemerintah membuat demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Gejala Kemerosotan Demokrasi
Selain melemahnya oposisi, ada dua gejala utama lainnya yang mencerminkan kemerosotan demokrasi di Indonesia, yaitu terbatasnya ruang publik untuk mengkritik pemerintah dan menurunnya integritas pemilu. Kebebasan berpendapat semakin dikekang dengan meningkatnya tekanan terhadap jurnalis, akademisi, dan aktivis yang berani mengkritik kebijakan pemerintah. Selain itu, proses pemilu dinilai semakin jauh dari prinsip keadilan dan transparansi.
Menurut laporan V-Dem Institute, indeks demokrasi elektoral di Indonesia mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu, seperti politisasi aparat negara dan aturan yang dianggap menguntungkan pihak tertentu.
Prabowo dan Sikapnya terhadap Demokrasi
Prabowo Subianto, yang dikenal dengan latar belakang militer, sering dikaitkan dengan gaya kepemimpinan yang lebih otoriter. Beberapa pihak menilai bahwa sikapnya terhadap demokrasi dan hak asasi manusia cenderung lebih sewenang-wenang. Ini menambah kekhawatiran akan masa depan kebebasan politik di Indonesia.
Selain itu, kabinet Prabowo juga mendapat sorotan. Kabinet ini disebut sebagai “kabinet gemuk” karena jumlah menteri dan wakil menterinya yang sangat besar. Banyak pihak mengkritik bahwa kabinet yang terlalu besar cenderung tidak efisien dan lebih bersifat politis daripada berbasis pada kompetensi.
Koalisi Pemerintahan yang Transaksional
Dinamika koalisi pemerintahan di Indonesia juga semakin bersifat transaksional dan kartelistik. Partai-partai politik lebih berorientasi pada kepentingan pragmatis daripada menjalankan fungsi demokrasi yang sehat. Alih-alih mengawasi pemerintah, banyak partai justru memilih bergabung untuk mendapatkan posisi strategis di pemerintahan. Akibatnya, mekanisme check and balance semakin melemah, dan kebijakan yang dihasilkan lebih mengutamakan kepentingan elite politik dibanding kepentingan rakyat.
Tren Politik Dinasti dan Kontroversi Gibran
Salah satu aspek yang turut memperburuk kualitas demokrasi adalah meningkatnya tren politik dinasti. Fenomena ini terlihat jelas dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden, yang menimbulkan kontroversi besar. Banyak pihak menilai bahwa pencalonan Gibran didukung oleh perubahan aturan yang mendadak dan dipaksakan demi menguntungkan kelompok tertentu. Kasus ini menunjukkan bagaimana demokrasi di Indonesia semakin terpengaruh oleh kepentingan keluarga dan elite politik tertentu.
Penutup
Dengan berbagai indikator ini, dapat disimpulkan bahwa demokrasi di Indonesia sedang mengalami kemunduran yang signifikan. Pemerintahan tanpa oposisi, melemahnya kebebasan berpendapat, menurunnya integritas pemilu, serta tren politik dinasti menjadi faktor utama yang memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa perbaikan, maka demokrasi di Indonesia berisiko semakin terkikis dan berubah menjadi sistem yang lebih otoriter.
Masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi independen perlu terus mengawal jalannya demokrasi agar kebebasan politik tetap terjaga dan pemerintahan dapat berjalan secara transparan serta akuntabel.
Sumber : Tempo