Pada suatu masa, di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah seorang miller (penggiling gandum) yang bekerja keras setiap hari. Ia memiliki tiga orang anak laki-laki. Mereka hidup sederhana, dan sang ayah sangat menyayangi ketiganya. Namun, waktu tak bisa dihentikan — pada akhirnya, sang ayah jatuh sakit dan meninggal dunia.
Ketiga anak itu sangat berduka. Setelah upacara pemakaman selesai, mereka pun harus membagi warisan peninggalan ayah mereka. Karena ayah mereka tidak meninggalkan banyak harta, hanya ada tiga hal yang bisa dibagi: sebuah penggilingan gandum, seekor keledai, dan seekor kucing.
Anak tertua mendapat penggilingan gandum, anak kedua mendapat keledai, dan si bungsu… hanya mendapat kucing.
“Apa gunanya seekor kucing?” keluh si bungsu sedih.
“Kakak-kakakku bisa bekerja dan mencari nafkah, tapi aku? Seekor kucing tak bisa membantuku apa pun. Aku akan mati kelaparan.”
Namun, si kucing yang cerdas ternyata mengerti perkataan tuannya. Ia menatap pemuda itu dengan mata tajam dan berkata pelan,
“Jangan bersedih, tuanku. Aku bisa lebih berguna dari yang kau bayangkan. Hanya berikan aku sebuah karung dan sepasang sepatu bot, dan aku akan menunjukkan kepadamu bahwa aku bukan kucing biasa.”
Pemuda itu hampir tak percaya — seekor kucing bicara padanya! Tapi karena ia memang tidak punya harapan lain, akhirnya ia menuruti permintaan si kucing. Ia menjahitkan karung kecil dari goni dan membelikan sepasang sepatu bot kulit kecil dari tukang sepatu di pasar.
Ketika sepatu itu dipakai, si kucing tampak gagah sekali! Ia berdiri tegak seperti manusia, membawa karung di pundaknya, dan berkata,
“Sekarang lihatlah, tuanku! Aku akan pergi berburu untukmu.”
Kucing Cerdik Bertemu Raja yang Baik
Kucing itu berjalan ke hutan. Ia menaburkan jagung dan dedak ke dalam karungnya dan menaruhnya di tanah, lalu ia bersembunyi di balik semak. Tidak lama kemudian, seekor kelinci besar datang mendekat. Hewan itu masuk ke dalam karung untuk memakan umpan, dan dengan cepat si kucing menarik talinya dan menangkap kelinci itu!
Dengan penuh kebanggaan, kucing itu berangkat ke istana raja, membawa karungnya di tangan. Ia diizinkan masuk ke hadapan raja yang duduk di singgasana megah. Si kucing menunduk sopan dan berkata,
“Paduka yang mulia, hamba datang membawa hadiah dari tuanku, Tuan Karabas, yang sangat menghormati Anda.”
Padahal, “Tuan Karabas” hanyalah nama yang baru saja si kucing buat-buat untuk tuannya yang miskin.
Raja tersenyum senang melihat kelinci segar yang diberikan itu.
“Sampaikan terima kasihku kepada Tuan Karabas,” kata raja dengan ramah. “Ia sungguh dermawan!”
Kucing itu menunduk hormat, lalu pulang dengan bangga.
Sejak hari itu, si kucing rutin membawa hadiah untuk raja: kadang seekor ayam hutan, kadang seekor burung puyuh, kadang juga ikan hasil tangkapannya di sungai. Dan setiap kali ia datang, ia selalu berkata,
“Ini hadiah dari Tuan Karabas yang menghaturkan hormat setinggi-tingginya kepada Paduka Raja.”
Nama “Tuan Karabas” pun mulai terkenal di istana sebagai orang kaya dan terhormat, meskipun sebenarnya ia hanya seorang pemuda miskin yang tak tahu apa-apa.
Raja yang Baik Bertemu Pemuda Miskin
Beberapa bulan berlalu. Suatu hari, sang raja memutuskan untuk berkeliling kerajaan bersama putrinya yang cantik. Kucing itu mendengar kabar itu dari penjaga istana, lalu berlari pulang dan berkata pada tuannya,
“Tuanku, keberuntungan akan datang! Raja dan putrinya akan lewat di jalan dekat sungai. Pergilah ke sana dan mandilah di sungai itu.”
Pemuda itu bingung.
“Mandilah? Untuk apa?”
Kucing itu menjawab sambil tersenyum,
“Percayalah padaku. Mandilah saja, dan serahkan sisanya padaku.”
Akhirnya, pemuda itu mengikuti saran si kucing. Ia menanggalkan pakaiannya dan turun ke sungai. Sementara itu, si kucing menyembunyikan pakaian tuannya di balik batu besar.
Tak lama kemudian, kereta kerajaan melintas. Si kucing segera berlari ke jalan dan berteriak,
“Tolong! Tolong! Tuan Karabas tenggelam di sungai! Pakaian beliau dicuri oleh pencuri!”
Raja segera memerintahkan pengawalnya menghentikan kereta. Ia mengenali si kucing yang sering membawakan hadiah kepadanya.
“Cepat! Selamatkan Tuan Karabas!” perintah raja.
Pengawal pun menolong pemuda itu keluar dari sungai. Karena pakaiannya hilang, raja memerintahkan agar pakaian terbaik dari istana dibawakan untuknya. Ketika si pemuda mengenakan pakaian mewah itu, ia tampak seperti bangsawan sungguhan.
Putri raja menatapnya dan tersenyum malu. Ia merasa kagum pada pemuda tampan itu, yang diyakininya sebagai “Tuan Karabas” yang dermawan.
Raja pun berkata ramah,
“Tuan Karabas, senang sekali akhirnya bertemu dengan Anda. Kami sering menerima hadiah dari Anda. Maukah Anda ikut bersama kami berkeliling kerajaan?”
Pemuda itu hanya bisa tersenyum kikuk, sementara kucingnya yang cerdik mengedipkan mata seolah berkata,
“Tenang saja, tuanku. Nikmati saja perjalanan ini.”
Sementara kereta raja bergerak perlahan di jalan menuju istana, si kucing berlari mendahului mereka. Ia berlari secepat angin melewati ladang-ladang gandum yang luas.
Di sana, ia bertemu dengan para petani yang sedang memotong gandum. Ia berteriak,
“Hai, kalian! Sebentar lagi Raja akan lewat! Bila beliau bertanya siapa pemilik ladang ini, katakanlah bahwa ini milik Tuan Karabas. Jika tidak, kalian semua akan menyesal!”
Para petani ketakutan melihat kucing yang bisa bicara itu, jadi mereka mengangguk dan setuju.
Kucing itu terus berlari, dan bertemu dengan penggembala sapi. Ia memberi peringatan yang sama. Lalu ia menemui pemotong kayu, penjaga kebun, dan semua orang yang ia temui di jalan. Semua diberinya pesan yang sama: jika raja bertanya, jawab bahwa semuanya milik Tuan Karabas.
Beberapa saat kemudian, kereta raja tiba di ladang pertama. Raja melihat hamparan gandum emas berkilau di bawah sinar matahari dan bertanya,
“Indah sekali! Ladang siapa ini?”
Para petani menjawab serempak,
“Milik Tuan Karabas, Paduka!”
Raja terkejut.
“Luar biasa! Ia sungguh kaya raya!”
Putrinya pun semakin kagum pada pemuda itu, yang duduk di kereta dengan wajah malu-malu.
Mereka terus berjalan. Di sepanjang jalan, setiap kali raja bertanya tentang kebun, hutan, atau ternak, semua orang memberikan jawaban yang sama: semuanya milik Tuan Karabas! Raja semakin yakin bahwa ia sedang bersama seorang bangsawan besar.
Mengambil Alih Istana Milik Raksasa
Sementara itu, kucing berlari lebih jauh lagi menuju sebuah istana megah di atas bukit. Istana itu sebenarnya milik seorang raksasa jahat yang sangat kaya dan ditakuti. Ia memiliki kekuatan sihir luar biasa — ia bisa berubah menjadi binatang apa pun yang ia mau.
Kucing itu mendekat dengan sopan dan mengetuk pintu. Raksasa yang besar itu keluar, menatapnya dengan mata tajam,
“Siapa kau, kucing kecil?”
Si kucing menjawab dengan hormat,
“Hamba mendengar, Tuan adalah raksasa paling hebat di negeri ini. Hamba datang hanya untuk melihat betapa hebatnya Tuan.”
Raksasa itu tertawa sombong.
“Ha! Semua orang tahu aku hebat! Aku bisa berubah jadi binatang apa pun — singa, gajah, bahkan naga!”
“Benarkah?” tanya si kucing pura-pura kagum. “Hamba ingin sekali melihatnya dengan mata kepala sendiri.”
Raksasa itu tertawa besar dan berkata,
“Baiklah! Lihat ini!”
Dalam sekejap, tubuh raksasa itu berubah menjadi seekor singa besar dengan surai tebal dan taring tajam! Si kucing ketakutan dan berlari ke sudut ruangan. Tapi setelah raksasa kembali ke wujud asalnya, si kucing bertepuk tangan kagum.
“Hebat sekali! Tidak ada yang bisa menandingi kekuatanmu. Tapi… apakah kau juga bisa berubah jadi hewan kecil seperti tikus? Itu pasti sulit sekali!”
Raksasa itu merasa tertantang.
“Tikus? Itu mudah!” katanya dengan sombong.
Dan seketika itu juga, tubuhnya menyusut dan berubah menjadi seekor tikus kecil yang berlari di lantai.
Namun, begitu ia menjadi tikus, si kucing melompat dengan cepat dan — hap! — menangkap serta memakannya hidup-hidup!
Raksasa itu pun tewas, dan istana megah itu kini tak bertuan. Kucing itu tersenyum lebar.
“Sekarang, semua ini akan menjadi milik tuanku!”
Beberapa menit kemudian, kereta raja sampai di depan gerbang istana. Si kucing yang kini berdiri di tangga depan berkata lantang,
“Selamat datang di istana Tuan Karabas, Paduka Raja!”
Raja dan putrinya kagum melihat kemegahan istana itu. Ada taman bunga yang luas, air mancur yang berkilau, dan burung merpati putih beterbangan di udara.
Raja menatap pemuda itu dengan hormat.
“Tuan Karabas, kerajaan Anda sungguh indah. Saya tidak tahu Anda memiliki tanah seluas ini!”
Pemuda itu hanya tersenyum malu, sementara kucingnya mengangguk penuh percaya diri.
Mereka semua masuk ke dalam istana dan menikmati jamuan besar. Setelah makan, raja memandang putrinya dan berbisik,
“Putriku, sepertinya Tuan Karabas pantas menjadi suamimu.”
Putri itu menunduk dengan pipi memerah, sementara si kucing tersenyum lebar di bawah meja.
Akhir yang Bahagia
Beberapa hari kemudian, diadakan pesta pernikahan besar antara Tuan Karabas dan putri raja. Seluruh negeri bersuka cita. Raja memberikan sebagian wilayahnya kepada menantunya, dan mereka hidup di istana yang megah itu dengan penuh kebahagiaan.
Dan bagaimana dengan si kucing?
Ia menjadi pahlawan kerajaan! Ia diberi pakaian mewah, ruang istirahat sendiri, dan tentu saja, ikan segar setiap hari. Kadang-kadang ia berjalan-jalan di halaman istana sambil memamerkan sepatu botnya yang mengilap. Semua orang menyapanya dengan hormat:
“Selamat pagi, Tuan Kucing Bersepatu Bot!”
Kucing itu hanya tersenyum dan berkata dalam hati,
“Sedikit kecerdikan bisa mengubah nasib siapa pun.”
