Di sebuah negeri yang jauh di masa lampau, hiduplah seorang biksu muda bernama Tang Sanzang. Ia dikenal bijak, berhati lembut, dan sangat taat kepada ajaran kebaikan. Suatu hari, ia mendapat tugas suci dari Kaisar dan para dewa: berangkat menuju Barat, ke Tanah India, untuk mengambil kitab suci yang berisi ajaran kebijaksanaan. Perjalanan itu sangat jauh dan penuh bahaya, tapi Tang Sanzang menerimanya dengan tulus hati. Ia tahu, untuk membawa cahaya kebajikan ke negerinya, ia harus berani menghadapi segala rintangan.
Namun Tang Sanzang tidak akan berjalan sendirian. Dalam perjalanan itu, ia akan ditemani oleh tiga murid luar biasa — masing-masing dengan kekuatan dan sifat yang unik. Mereka adalah Sun Wukong (Raja Kera), Zhu Bajie (Babi Gendut), dan Sha Wujing (Pendeta Pasir). Bersama, mereka menjalani perjalanan panjang yang penuh petualangan ajaib.
Sang Raja Kera dari Batu
Sebelum Tang Sanzang memulai perjalanannya, dunia sudah lebih dulu mengenal nama Sun Wukong. Ia bukan kera biasa — ia lahir dari sebutir batu raksasa di puncak Gunung Bunga Buah (Huaguo Shan). Batu itu menyerap tenaga matahari dan bulan selama ribuan tahun hingga akhirnya retak dan melahirkan seekor bayi kera yang cerdas luar biasa.
Kera kecil itu tumbuh menjadi pemimpin di antara ribuan kera lainnya. Ia menamai dirinya Sun Wukong, yang berarti “Kebijaksanaan Ajaib dari Kekosongan”. Ia memiliki keingintahuan besar terhadap kehidupan dan keabadian. Karena itu, ia meninggalkan gunungnya untuk belajar kepada seorang guru bijak. Dari gurunya, Wukong belajar ilmu sihir, bela diri, serta kemampuan berubah bentuk menjadi 72 wujud yang berbeda — dari binatang kecil hingga manusia.
Dengan kekuatannya, Wukong menjadi makhluk yang nyaris tak terkalahkan. Ia bahkan pergi ke Laut Timur dan mencuri Ruyi Jingu Bang, tongkat sakti milik Raja Naga, yang bisa berubah ukuran sesuai keinginannya — dari sebesar jarum hingga sebesar tiang langit. Tongkat itulah yang kelak menjadi senjata andalannya.
Namun kesombongan membuat Wukong melupakan batas. Ia menantang para dewa, masuk ke Surga tanpa izin, dan bahkan mencuri buah keabadian dari taman milik Dewi Xi Wangmu. Ia juga minum eliksir kehidupan dari dapur Dewa Laozi. Para dewa marah, tapi tak ada yang bisa mengalahkannya. Akhirnya, Buddha sendiri turun tangan dan memenjarakannya di bawah gunung batu selama 500 tahun, sebagai hukuman agar ia belajar rendah hati.
Awal Perjalanan Tang Sanzang
Ratusan tahun kemudian, Kaisar Tiongkok bermimpi melihat cahaya dari barat yang membawa kebijaksanaan sejati. Maka, ia mengutus Tang Sanzang untuk mengambil kitab suci Buddha dari India. Dalam perjalanannya, Tang Sanzang melewati banyak negeri dan gunung. Tapi ia lemah, tidak bisa melawan siluman dan roh jahat yang ingin memakannya — karena darah dan dagingnya dipercaya bisa memberi keabadian.
Melihat bahaya besar di depan, Dewi Guanyin, sang Bodhisattva belas kasih, turun tangan. Ia berkata kepada Tang Sanzang, “Engkau akan bertemu dengan tiga murid setia yang akan melindungimu.” Maka dimulailah kisah pertemuan dengan mereka.
Bertemu Dengan Para Murid
Dalam perjalanan, Tang Sanzang sampai di kaki gunung yang besar. Di sanalah Sun Wukong dipenjara selama berabad-abad. Ia memohon-mohon agar dibebaskan. Guanyin sebelumnya telah memberi tahu Tang Sanzang bahwa kera itu akan menjadi pelindung yang kuat bila bisa dijinakkan. Maka Tang Sanzang berdoa, dan batu itu retak. Sun Wukong pun bebas untuk pertama kalinya.
Sebagai balasan, Wukong bersumpah untuk melindungi gurunya dalam perjalanan ke Barat. Tapi karena sifatnya keras kepala, Guanyin memberi Tang Sanzang mahkota emas ajaib yang bisa dikencangkan dengan mantra. Bila Wukong mulai berbuat nakal, mantra itu akan membuatnya kesakitan di kepala. Sejak itu, Wukong menjadi lebih patuh — meskipun kadang masih suka membantah.
Tak lama setelah mereka berdua berjalan, mereka bertemu dengan siluman babi besar bernama Zhu Bajie, yang dulunya adalah Jenderal Langit bernama Tian Peng. Karena bersalah menggoda Dewi Bintang, ia diturunkan ke bumi dan lahir dalam wujud babi setengah manusia. Ia hidup di desa, sering mencuri makanan, dan membuat kekacauan.
Ketika Tang Sanzang datang, Bajie mencoba menakutinya, tapi Wukong langsung menantangnya bertarung. Setelah kalah, Bajie menyesal dan memohon ampun. Guanyin telah meramalkan ini juga — bahwa Bajie akan menjadi murid kedua Tang Sanzang. Meski sering malas dan rakus, ia punya hati yang baik dan kekuatan besar. Ia pun bergabung dalam perjalanan.
Lebih jauh ke barat, mereka bertemu dengan Sha Wujing, siluman sungai yang menakutkan. Dulu, ia adalah penjaga gelas kristal di Surga. Tapi karena menjatuhkannya, ia diusir ke bumi dan hidup di sungai penuh tengkorak manusia. Ia pun menjadi buas dan menakuti penduduk.
Namun ketika Tang Sanzang datang, Wujing tersentuh oleh kebaikannya. Ia bersujud dan meminta ampun. Guanyin memberkatinya, dan ia pun menjadi murid ketiga. Sejak itu, ia menjadi sosok paling tenang dan setia di antara semua murid. Ia jarang bicara, tapi selalu menjaga semua dengan sabar.
Kini rombongan lengkap: Tang Sanzang sang guru, Sun Wukong sang pelindung perkasa, Zhu Bajie sang periang rakus, dan Sha Wujing sang penjaga setia. Mereka juga ditemani seekor kuda putih, yang sebenarnya adalah naga laut yang berubah wujud karena berutang budi kepada Guanyin.
Perjalanan Dimulai
Perjalanan mereka panjang dan melewati 81 rintangan besar. Di setiap negeri, mereka belajar arti dari kesabaran, kejujuran, dan pengendalian diri. Di antara banyak kisahnya, beberapa paling terkenal adalah sebagai berikut:
Siluman Gunung Putih dan Iblis Wanita
Suatu hari, mereka tiba di sebuah gunung yang dihuni Siluman Putih — roh jahat yang sering berubah menjadi wanita cantik. Ia tahu Tang Sanzang adalah manusia suci, dan ia ingin memakannya agar bisa hidup abadi.
Ia berubah menjadi gadis muda membawa keranjang buah. Tang Sanzang yang polos menerimanya, tapi Wukong tahu itu tipu muslihat. Ia segera menyerangnya dengan tongkatnya. Tang Sanzang marah karena mengira Wukong membunuh orang tak bersalah, lalu mengusirnya.
Tanpa Wukong, siluman itu kembali lagi dengan menyamar sebagai wanita lain. Tang Sanzang hampir dimakan hidup-hidup sebelum Wukong datang menyelamatkannya. Setelah itu, Tang Sanzang sadar bahwa muridnya itu memang keras, tapi selalu benar. Mereka berdamai, dan perjalanan berlanjut.
Raksasa Tulang Putih
Kisah lain terjadi ketika mereka melewati lembah berangin. Di sana muncul Siluman Raksasa Tulang Putih yang ingin memakan Tang Sanzang. Ia juga menyamar menjadi wanita baik, lalu nenek, lalu gadis muda. Setiap kali, Wukong menghancurkan wujud palsunya.
Tang Sanzang, yang tidak tahu semua itu tipu daya, merasa kecewa karena Wukong membunuh “orang tak berdosa”. Ia mengucapkan mantra untuk menghukumnya, dan akhirnya mengusir Wukong lagi. Tapi setelah siluman itu benar-benar menunjukkan wujud aslinya, Tang Sanzang menyesal dan memanggil Wukong kembali. Dari sinilah mereka belajar: kadang kebenaran tampak keras di luar, tapi penuh cinta di dalam.
Negeri Wanita
Di suatu negeri, mereka tiba di Kerajaan Wanita Barat, tempat semua penduduknya adalah perempuan. Sang Ratu jatuh cinta pada Tang Sanzang dan ingin menikahinya. Bajie senang karena bisa tinggal dan makan enak, tapi Wukong menolak keras.
Tang Sanzang bimbang. Ia tahu, jika ia menyerah pada keinginan itu, misinya akan gagal. Dengan berat hati, ia menolak lamaran sang Ratu dan melanjutkan perjalanan. Dari sini mereka belajar arti pengendalian diri dan kesetiaan terhadap tujuan.
Lembah Api dan Kipas Besi
Suatu hari, rombongan terjebak di lembah yang panas membara. Api tak bisa padam karena dijaga oleh Iblis Lembu dan Istri Kipas Besi. Wukong tahu bahwa hanya Kipas Ajaib milik sang istri iblis yang bisa memadamkan api.
Tapi wanita itu marah pada Wukong karena dulu ia menipu suaminya. Maka Wukong harus menggunakan kecerdikannya untuk mencuri kipas itu. Setelah melalui berbagai penyamaran dan pertarungan, akhirnya mereka berhasil memadamkan api dan lewat dengan selamat. Dari sini mereka belajar arti kerjasama dan kecerdikan.
Ujian Terakhir
Perjalanan mereka tak berhenti di situ. Masih banyak ujian, mulai dari sungai beracun, siluman naga, hingga istana penuh ilusi. Tang Sanzang beberapa kali hampir mati, tapi selalu diselamatkan oleh murid-muridnya.
Ujian terakhir datang ketika mereka hampir sampai di India. Para siluman kuat bersatu untuk menghadang. Wukong bertarung dengan gagah berani, Bajie mengangkat batu besar, dan Wujing melindungi guru dari panah sihir. Dalam pertempuran itu, mereka tak hanya menggunakan kekuatan, tapi juga keberanian dan cinta. Akhirnya, dengan bantuan Dewi Guanyin, mereka menang.
Tiba di Barat

Setelah melewati 81 cobaan, mereka akhirnya tiba di Kuil Thunderclap di India, tempat Buddha Tathagata tinggal. Buddha menyambut mereka dengan senyum hangat dan berkata, “Kalian telah menempuh perjalanan panjang bukan untuk mencari kitab, tapi untuk menemukan kebijaksanaan di dalam hati.”
Tang Sanzang menerima kitab suci, yang berisi ajaran tentang belas kasih dan kebenaran. Wukong, Bajie, dan Wujing pun mendapat pahala sesuai jasa mereka.
- Wukong diangkat menjadi Buddha yang Sejati, karena telah menaklukkan amarah dan kesombongannya.
 - Tang Sanzang menjadi Buddha Suci dari Tanah Timur.
 - Wujing menjadi Arhat Air, penjaga kuil.
 - Bajie tak jadi Buddha, tapi tetap diberi kehormatan hidup di langit sebagai penjaga dapur surgawi — karena walau malas, hatinya tulus.
 
Kembali ke Negeri Timur
Setelah menerima kitab, mereka kembali ke negeri asal dengan hormat. Tang Sanzang mempersembahkan kitab itu kepada Kaisar, dan seluruh rakyat bersukacita. Negeri itu menjadi makmur dan damai, karena ajaran kebaikan menyebar ke mana-mana.
Wukong kembali ke gunungnya, Bajie pergi ke langit, dan Wujing menjaga kuil di tepi sungai. Meski mereka berpisah, persahabatan mereka abadi. Mereka telah belajar bahwa kekuatan sejati bukan pada sihir atau senjata, tetapi pada ketulusan, kerja sama, dan kebijaksanaan hati.
Ending
Setelah semua rintangan dan ujian, empat sahabat itu tak hanya berhasil membawa kitab suci ke negerinya, tetapi juga menemukan pencerahan di dalam diri masing-masing. Mereka tidak lagi berjuang melawan musuh di luar, melainkan melawan nafsu, kesombongan, dan ketakutan dalam hati.
Begitulah kisah Journey to the West, legenda yang hidup sepanjang masa — tentang perjalanan panjang menuju kebijaksanaan, di mana setiap langkah adalah pelajaran, dan setiap rintangan adalah guru kehidupan.
