Alur Cerita Film Lengkap The Globalisation Tapes (2003): Kondisi Buruh Kebun Sawit yang Tertindas

Film dokumenter ini diproduksi tahun2003 dengan durasi Sekitar 68 menit dan diproduksi oleh VisionMachine, Serikat Buruh Perkebunan Sumatera Utara (SBPSU)

Suasana Buruh di Kebun Sawit Sumut

Film dimulai dengan suara-suara buruh dari perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Mereka bukan hanya menjadi subjek, tetapi juga ikut serta sebagai pembuat film ini. Mereka memegang kamera, mewawancarai sesama buruh, menyusun cerita, dan merekam kehidupan nyata yang jarang terlihat oleh dunia luar.

Sebuah teks pengantar menjelaskan bahwa film ini adalah kolaborasi antara VisionMachine dan Serikat Buruh Perkebunan Sumatera Utara (SBPSU), dibuat untuk mengungkap kenyataan keras dari globalisasi dari sudut pandang mereka yang tertindas.

Kekerasan Sejak Era Penjajahan

Kamera membawa kita menelusuri sejarah kolonialisme di Indonesia. Film menjelaskan bagaimana sistem perkebunan dibentuk oleh penjajahan Belanda, lalu dilanjutkan oleh kekuasaan kapitalis setelah Indonesia merdeka.

Melalui wawancara dengan para buruh tua, kita melihat bagaimana mereka dipaksa bekerja di bawah sistem kerja paksa zaman kolonial dan bagaimana itu berlanjut dalam bentuk baru di masa Orde Baru.

Film juga menampilkan sejarah kelam tahun 1965, ketika rezim militer Soeharto naik ke tampuk kekuasaan setelah membantai ratusan ribu orang yang dituduh sebagai komunis. Buruh-buruh perkebunan menjadi salah satu korban paling parah. Mereka ditangkap, disiksa, dibunuh, dan disingkirkan. Banyak yang sampai hari ini masih menyimpan trauma.

Globalisasi Sebagai Kolonialisme Baru

Film kemudian berpindah fokus ke kondisi kontemporer, menampilkan buruh-buruh di perkebunan kelapa sawit, karet, dan tembakau. Dengan kamera yang mereka pegang sendiri, para buruh memperlihatkan:

  • Gaji yang sangat rendah
  • Tidak adanya jaminan kesehatan
  • Pekerjaan berat tanpa alat pelindung
  • Perumahan buruk dan sanitasi minim
  • Sistem kerja kontrak yang tidak adil

Para buruh menyebut globalisasi sebagai bentuk penjajahan baru. Perusahaan multinasional mengontrol lahan dan produksi, memeras tenaga buruh lokal, dan meraup keuntungan besar di luar negeri.

Ada narasi kuat bahwa WTO, IMF, dan Bank Dunia memainkan peran dalam mendesain sistem ini. Globalisasi yang dijanjikan sebagai kemajuan justru menjadi alat eksploitasi yang sistematis.

Kapitalisme Butuh Kekerasan

Di bagian ini, film membongkar bagaimana sistem kapitalis tidak bisa berjalan tanpa kekerasan. Dalam konteks Indonesia, kekerasan militer dan paramiliter digunakan untuk:

  • Menindas gerakan buruh
  • Menghancurkan serikat independen
  • Menjaga keamanan perusahaan asing
  • Mencegah rakyat menuntut haknya

Film menampilkan footage latihan militer dan pernyataan dari para buruh yang menceritakan pengalaman mereka disiksa, diintimidasi, atau dikeluarkan dari pekerjaan karena membentuk serikat.

Para pembuat film menekankan bahwa sistem ini didesain agar rakyat tetap takut, tidak bisa melawan, dan terus bekerja dalam kondisi tidak manusiawi.

Perlawanan Oleh Serikat Buruh

Di tengah gelapnya kondisi, muncullah harapan. Film mulai menampilkan aktivitas Serikat Buruh Perkebunan Sumatera Utara (SBPSU) yang mencoba membangun kesadaran di kalangan buruh.

Mereka mengadakan diskusi, pelatihan hukum, kampanye kesadaran, dan produksi media alternatif — termasuk film ini sendiri. Para buruh mulai belajar tentang hak-hak mereka, memahami peran mereka dalam sistem ekonomi global, dan perlahan-lahan mulai berani bersuara.

Salah satu segmen paling kuat adalah ketika para buruh, dengan gamblang, menjelaskan apa itu kapitalisme, kolonialisme, dan globalisasi dengan kata-kata sederhana dari pengalaman mereka sehari-hari.

Ending Cerita dan Kesimpulan

Film ditutup dengan pesan solidaritas internasional. Bahwa perjuangan buruh di Sumatera Utara terhubung dengan perjuangan di seluruh dunia — dari Meksiko hingga Filipina, dari Afrika hingga Eropa Timur.

Dunia kapitalisme adalah dunia yang saling terhubung. Maka perlawanan pun harus terhubung.

Adegan terakhir memperlihatkan wajah-wajah buruh yang tersenyum, bukan karena hidup mereka tiba-tiba berubah, tetapi karena mereka kini sadar: mereka bukan sendirian, dan mereka tidak lagi diam.

Tulisan penutup menyampaikan bahwa “Dunia tidak akan berubah kecuali mereka yang paling menderita mengambil alih alat produksi dan alat komunikasi.”

Catatan Kecil

Film ini bukan hanya dokumenter, namun juga aksi politik. Sepanjang narasi, kita disuguhi bagaimana kamera menjadi alat pembebasan. Para buruh tidak lagi hanya menjadi korban — mereka menjadi jurnalis, sutradara, dan penggerak perubahan.

Beberapa adegan memperlihatkan mereka sedang berdiskusi bagaimana mengambil gambar, menyusun naskah, dan merekam suara. Proses ini sendiri menjadi bagian penting dari pemberdayaan mereka.

Kamera menjadi simbol perjuangan — untuk merebut narasi, untuk menolak invisibilitas, dan untuk mengajak buruh lain di seluruh dunia melihat kenyataan yang disembunyikan globalisasi.

The Globalisation Tapes bukan dokumenter biasa. Ia adalah senjata politik. Dibuat oleh buruh untuk buruh, film ini memperlihatkan bagaimana sejarah, ekonomi global, dan kekerasan militer berpadu dalam sistem penindasan. Tapi film ini juga menampilkan harapan: bahwa ketika buruh bersatu, sadar, dan memegang kamera, dunia bisa diubah.

Film lengkap

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *