Sritex Berhenti Beroperasi, +10.000 Karyawannya PHK Massal

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil ternama yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, akan berhenti beroperasi mulai 1 Maret 2025. Keputusan ini diambil setelah Pengadilan Negeri Semarang menyatakan perusahaan pailit akibat gagal memenuhi kewajiban keuangan.

PHK Massal dan Nasib Karyawan

Penutupan Sritex berdampak besar pada para pekerja. Lebih dari 10.000 karyawan harus kehilangan pekerjaan akibat kebangkrutan ini. Berdasarkan data yang dihimpun, total karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 10.665 orang. Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan buruh dan keluarganya, mengingat Sritex merupakan salah satu penyedia lapangan kerja terbesar di daerah tersebut.

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo menegaskan bahwa hak-hak karyawan harus dipenuhi. Kurator yang ditunjuk dalam proses kepailitan bertanggung jawab memastikan para buruh mendapatkan pesangon dan hak lain sesuai ketentuan yang berlaku.

Penyebab Kepailitan

Sritex dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024 oleh Pengadilan Negeri Semarang. Putusan ini merupakan hasil dari permohonan yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon terkait penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Dengan keputusan tersebut, perusahaan dinyatakan tidak mampu lagi melanjutkan operasionalnya dan harus menghentikan seluruh kegiatan bisnisnya.

Sejumlah faktor menjadi penyebab krisis finansial yang menimpa Sritex, di antaranya:

Dampak Pandemi Covid-19

Pandemi menyebabkan penurunan permintaan tekstil global, mengurangi pendapatan perusahaan secara drastis.

Persaingan Usaha

Meningkatnya kompetisi dari perusahaan tekstil lain, baik dalam negeri maupun internasional, turut memperburuk kondisi Sritex.

Kondisi Geopolitik

Ketidakstabilan ekonomi global dan fluktuasi harga bahan baku juga mempersulit keuangan perusahaan.

Upaya Penyelamatan yang Dilakukan

Sebelum dinyatakan pailit, Sritex telah mencoba berbagai cara untuk mempertahankan operasionalnya. Perusahaan berupaya mencari investor strategis dan mitra bisnis guna menyelamatkan perusahaan dari krisis. Namun, upaya ini tidak cukup untuk membalikkan situasi, sehingga kebangkrutan menjadi tidak terhindarkan.

Meski demikian, masih ada harapan bagi pekerja yang terdampak. Pemerintah melalui Wakil Menteri Ketenagakerjaan memastikan akan ada dukungan bagi para buruh yang terkena PHK. Salah satu langkah yang diambil adalah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini bertujuan untuk membantu pekerja yang kehilangan pekerjaan agar tetap mendapatkan bantuan finansial serta pelatihan kerja agar dapat kembali bekerja di sektor lain.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Penutupan Sritex tidak hanya berdampak pada karyawan, tetapi juga pada sektor ekonomi di sekitar Sukoharjo. Banyak usaha kecil yang bergantung pada keberadaan perusahaan ini, seperti penyedia bahan baku, jasa transportasi, serta pedagang kecil di sekitar pabrik. Dengan hilangnya sumber penghasilan utama bagi ribuan warga, ekonomi lokal diprediksi akan mengalami penurunan signifikan.

Masyarakat dan serikat pekerja berharap ada langkah konkret dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk meminimalkan dampak yang terjadi. Mereka meminta agar hak-hak pekerja benar-benar dipenuhi serta ada upaya penciptaan lapangan kerja baru sebagai solusi jangka panjang.

Dengan kondisi ini, masa depan industri tekstil di Indonesia menjadi sorotan. Banyak pihak menilai perlu ada kebijakan strategis untuk memperkuat sektor manufaktur dan melindungi para pekerja dari ancaman serupa di masa mendatang.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *